Angin malam berhembus menyayat kulit, embun yang menetes, dan bulan yang masih berpijar mengharuskanbintang bangun dari mimpinya untuk mengawali hari ini.
“ Bintang bangun Nak,” suara bunda membangunkan seraya mengelus kepala Bintang.
“ Ehmmm.....Iya Bunda. Jam berapa sekarang ?”jawab Bintang diikuti pertanyaan dengan mata yang masih seperti bulan sabit yang hendak terbenam.
Sudah pukul 03.00, “ jawab bunda dengan senyum manis sesegera ia beranjak dari tempat tidurnya. Dan kemudian membantu bundanya menyiapkan sarapan dan bersih–bersih rumah sebelum berangkat mencari pundi–pundi keberuntungan di kota dengan bundanya.
Kebiasaan yang dilakukan oleh seorang bocah dan bundanya, karena dalam keluarga itu tidak terdapat seorang ayah yang seharusnya menafkahi mereka. Bintang ditinggal ayahnya dalam insiden kecelakaan saat ia berusia 5 tahun, dan ia merupakan anak tunggal. Jadi bundanya harus berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhan mereka. Setiap hari bundanya harus menjadi buruh tokoh di pasar untuk pagi hari dan harus mengambil baju – baju kotor dari rumah ke rumah untuk dicuci pada sore hari. Karena berkerja terlalu keras, sampai – sampai beliau menghiraukan kesehatannya.
Akhir – akhir ini kondisi bunda menurun. Untuk itu, dengan terpaksa Bintang putus sekolah setelah ia lulus Sekolah Dasar (SD) dan kemudian membantu bundanya berkerja, walaupun terkadangia merasa iri dengan teman sebayanya yang pergi bersekolah dan bermain dengan teman – teman.
Beberapa jam kemudian tepatnya pukul 04.15 suara adzan berkumandang. Bintang dan bundanya mengerjakan kewajiban mereka sebagai orang muslim secara berjamaah. Sesibuk apapun mereka tidak pernah melalaikan kewajibannya itu. Setelah selesai sholat shubuh berjamaah mereka melanjutkan pekerjaan mereka kembali.
* * *
Langit begitu cerah dihiasi awan putih, sang surya mulai menampakkan wajahnya, serta burung-burung menyanyi dan menari bebas di angkas mengiringi langkah bunda dan anak mengawali hari dengan penuh harap mendapat keberuntungan.
“Siap bunda?!” Tanya bintang bernada semangat
“Siap! Ayo kita mulai hari ini dengan penuh semangatyang baru,” jawab bunda bernada tegas berusaha menyembunyikan rasa sakit disekujur tubuh.
“Baiklah bunda!” balas Bintang tidak ketinggalan, bunda dan anak itu pun berlalu dari hilir pikuk orang desa.
* * *
Suatu hari bunda Bintang tidak bisa menemaninya pergi ke kota karena sakit “Bunda, Bintang pergi dulu ya,” pamitnya dan kemudian mencium tangan halus bunda.
“Iya, anak bunda tersayang… huk, huk, huk,” seraya mengecup kening Bintang diiringi batuk. “Bintang maafin bunda karena bunda tidak bisa memberikan hal terindah untukmu, Nak,” tambah bunda.
“Sudahlah Bunda jangan bicara seperti itu lagi. Bunda telah memberikan kasih sayang yang begitu besar kepada Bintang dan itu merupakan hal terindah yang Bintang miliki”.
“Uhuk… uhuk… uhuk. Kamu adalah bintang di hati bunda yang selalu bersinar menerangi hidup bunda,” ucap bunda dengan air mata mengalir di pipi. Pagi itu berubah menjadi isak tangis ibu dan anak yang mengharukan.
“Assalamu’alaikum Bunda,” pamitnya dengan melambaikan tangan.
“Waalaikumsalam.Hati-hati ya Nak,” pesan bunda mengingatkan.
“Iya Bunda,” dengan melangkah kaki menuju perempatan tempat angkot berhenti.
Dipandanginya sang buah hati hingga berlalu dari hadapannya.
* * *
Sesampainya di pasar ia langsung pergi ke tokoh Kong Ali, tempat dimana ia bekerja. “Hai Nak!” sapa seorang kakek dengan melambaikan tangan kearahnya.
“Iya Kek, selamat pagi!” balas Bintang dengan lambaikan tangan serta senyum lebar yang penuh semanat.
* * *
Berhari-hari penyakit bundanya tak kunjung sembuh malah keadaannya makin parah, mereka tidak memiliki cukup uang untuk pergi ke dokter, mereka hanya mengandalkan obat kios saja. Sampai akhirnya bunda pingsan serta ditemukan sehelai kain berdarah di tangan beliau yang digunakan menutupi mulut ketika batuk.
Beberapa menit setelah bundanya jatuh pingsan ia tiba dirumah, “Assalamu’alaikum… assalamu’alaikum… Bunda… assalamu’alaikum,” salam Bintang menandakan kehadirannya setelah seharian bekerja. Setelah beberapa lama tidak ada jawaban, ia menjadi panik dan langsung membuka pintu yang tanpa sadar tidak dikunci sedari tadi.
Ia terkejut menjumpai bundanya terkapar di lantai dekat kamarnya. “Bunda-bunda… bangun bunda”, teriak bintang mencoba membangunkan sambil menggoyang-goyang badan bundanya serta diiringi air mata mengalir tak terbendung. Segera ia membawa bundanya ke rumah sakit terdekat dengan gerobak tua yang kebetulan ada di depan rumah.
Waktu telah larut, tetapi ia masih terus berjalan dengan menarik gerobak, seraya berkata “Bunda bertahanlah…, bunda pasti kuat… bunda akan selamat”.
* * *
Sesampainya di rumah sakit bundanya langsung dibawa ke ruang ICU. Dengan nafas yang masih terbata-bata ia menunggu di depan ruang ICU dan terus berdo’a mengharap keselamatan bundanya.
Beberapa lama kemudian datang seorang dokter setengah baya berkacamata keluar dari dalam ruang ICU. Ia langsung menghampirinya, “Dokter bagaimana keadaan bunda saya? Tolong selamatkan beliau dokter, saya akan lakukan apapun demi bunda”, Tanya Bintang dengan nada memohon sambil mengusap air mata yang sedari tadi mengalir di pipi.
“Tenanglah Nak. Di mana ayahmu?“, Tanya dokter.
“Ayah sudah di surga. Hanya saya yang dimiliki bunda,” jawabnya polos.
“Oh…, berdasarkan diagnosa kami, ibumu menderita kanker hati yang harus segera dioperasi, tetapi sebelumnya kamu harus bayar biaya administrasinya Nak”.
Mendengar itu tubuhnya lemas bagai tak bertulang. “Dokter tolong selamatkan bunda saya, saya janji akan bayar semuanya. Tolong dokter, tolong saya, saya mohon,” pintanya pada dokter dengan berlutut.
“Bangunlah nak, ya saya kan bantu, tetapi kamu harus bayar dulu karena itu sudah menjadi peraturan di rumah sakit ini,” ucap dokter bernada menyesal dan mendirikan Bintang. Kemudian berlalu dari hadapannya.
Setelah kepergian dokter dari hadapannya. “Ya Allah saya harus cari uang di mana?” tanyanya dalam hati. Dia berfikir semalaman, waktu sudah mendekati subuh, ia langsung pergi ke masjid dekat rumah sakit sementara bundanya masih di ruang ICU.
* * *
Setelah subuh ia langsung berangkat ke kota. Dalam perjalanan ia berfikir bagaimana caranya mendapatkan uang sebanyak itu, padahal saat ini ia tidak memegang uang sepeser pun. Dia ayunkan kaki dengan penuh harap tanpa lelah demi bunda tercinta. Suara bunda selalu terngiang di kepala menjadi semangat.
Waktu berlalu begitu cepat. Matahari sudah berada di ubun-ubun. Sampai akhirnya ia menjumpai selembar kertas kusam dan seutas tali di tempat sampah dekat dengan sebuah gedung DPR yang megah. Kemudian ia langsung menulis sebuah kalimat “Jual Ginjal, butuh uang 10 juta, Ibu sakit”, kemudian meletakkan di dada dengan seutas tali tersebut dan berdiri di depan gedung megah itu. Tindakan yang tak pernah terbayangkan oleh bocah seusianya bahkan orang awam sekalipun. Ia akan lakukan apapun demi bundanya, walaupun ia harus merelakan nyawanya.
Tindakannya membuat sebagian orang iba terhadapnya, tetapi ada juga yang menertawakannya. Setelah lama ia berdiri datanglah seorang laki-laki setengah baya berbadan sedang serta berpenampilan rapi menghampirinya, laki-laki itu bernama pak Budiman.
“Hai Nak”, sapa Pak Budiman. “Mengapa kau berdiri disini dengan tulisan itu?” Tanya Pak Budiman yang masih asing bagi Bintang sambil menunjuk tulisan di dada Bintang. Pak Budiman adalah pahlawan dalam keluarga kecil itu.
“Saya menjual ginjal saya untuk biaya operasi bunda saya. Kalau tidak segera dioperasi akan berakibat vatal. Saya tidak mau kehilangan bunda saya. Beliau adalah satu-satunya keluarga yang saya miliki. Tolong beli ginjal saya Pak”, pintanya dengan meneteskan air mata.
Setelah cukup lama berbicara panjang lebar Pak Budiman mengajak Bintang ke rumah sakit Pelita, tempat ibunya dirawat.
* * *
Sesampainya di rumah sakit Pak Budiman langsung membayar semua biaya operasi bundanya. Setelah selesai mengurusi masalah itu Pak Budiman langsung pergi. Sebelum pergi Bintang menanyakan kapan ginjalnya akan diambil sebagai gantinya. Tetapi Pak Budiman tidak mau. Tak henti-hentinya ia mengucapkan terima kasih kepada Pak Budiman.
“Jagalah ibumu baik-baik dan tetaplah semangat menjalani hidup ini,” pesan Pak Budiman kepada Bintang sambil menggosok-nggosok kepala Bintang.
* * *
Akhirnya bunda dioperasi, dan beberapa hari kemudian bundanya siuman.
THE END
Oleh :
Kusnul Rominah
X-4/ 17
0 komentar:
Posting Komentar